Pemberdayaan dilahirkan dari bahasa Inggris,
yakni empowerment, yang mempunyai makna dasar ‘pemberdayaan’, di mana ‘daya’
bermakna kekuatan (power). Bryant & White (1987) menyatakan
pemberdayaan sebagai upaya menumbuhkan kekuasaan dan wewenang yang lebih besar
kepada masyarakat miskin. Cara dengan menciptakan mekanisme dari dalam
(build-in) untuk meluruskan keputusan-keputusan alokasi yang adil, yakni dengan
menjadikan rakyat mempunyai pengaruh. Sementara Freire (Sutrisno, 1999)
menyatakan empowerment bukan sekedar memberikan kesempatan rakyat menggunakan
sumber daya dan biaya pembangunan saja, tetapi juga upaya untuk mendorong
mencari cara menciptakan kebebasan dari struktur yang opresif.
Konsep lain menyatakan bahwa pemberdayakan
mempunyai dua makna, yakni mengembangkan, memandirikan, menswadayakan dan
memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap
kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Makna lainnya
adalah melindungi, membela dan berpihak kepada yang lemah, untuk mencegah
terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan terjadinya eksploitasi terhadap
yang lemah (Prijono dan Pranarka, 1996).
Dalam pandangan Pearse dan Stiefel dinyatakan
bahwa pemberdayaan mengandung dua kecenderungan, yakni primer dan sekunder.
Kecenderungan primer berarti proses pemberdayaan menekankan proses memberikan
atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat
agar individu menjadi lebih berdaya. Sedangkan kecenderungan sekunder melihat
pemberdayaan sebagai proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu
agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi
pilihannya (Prijono dan Pranarka, 1996).
Sedangkan dalam kajian ini pengertian
“pemberdayaan” dimaknai sebagai segala usaha untuk membebaskan masyarakat
miskin dari belenggu kemiskinan yang menghasilkan suatu situasi di mana
kesempatan-kesempatan ekonomis tertutup bagi mereka, karena kemiskinan yang
terjadi tidak bersifat alamiah semata, melainkan hasil berbagai macam faktor
yang menyangkut kekuasaan dan kebijakan, maka upaya pemberdayaan juga harus
melibatkan kedua faktor tersebut.
Salah satu indikator dari keberdayaan masyarakat
adalah kemampuan dan kebebasan untuk membuat pilihan yang terbaik dalam
menentukan atau memperbaiki kehidupannya. Konsep pemberdayaan merupakan hasil dari proses interaksi di tingkat
ideologis dan praksis. Pada tingkat ideologis, pemberdayaan merupakan hasil
interaksi antara konsep top-down dan bottom-up, antara growth strategy dan
people centered strategy. Sedangkan di tingkat praksis, proses interaksi
terjadi melalui pertarungan antar ruang otonomi. Maka, konsep pemberdayaan
mencakup pengertian pembangunan masyarakat (community development) dan
pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community based development). Community
development adalah suatu proses yang menyangkut usaha masyarakat dengan pihak
lain (di luar sistem sosialnya) untuk menjadikan sistem masyarakat sebagai
suatu pola dan tatanan kehidupan yang lebih baik, mengembangkan dan meningkatkan
kemandirian dan kepedulian masyarakat dalam memahami dan mengatasi masalah
dalam kehidupannya, mengembangkan fasilitas dan teknologi sebagai langkah
meningkatkan daya inisiatif, pelayanan masyarakat dan sebagainya. Secara
filosofis, community development mengandung makna ‘membantu masyarakat
agar bisa menolong diri sendiri’, yang berarti bahwa substansi utama dalam
aktivitas pembangunan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar