Halaman

Selasa, 20 September 2011

Konsep Pemberdayaan, Membantu Masyarakat Agar Bisa Menolong Diri Sendiri

Pemberdayaan dilahirkan dari bahasa Inggris, yakni empowerment, yang mempunyai makna dasar ‘pemberdayaan’, di mana ‘daya’ bermakna kekuatan (power). Bryant & White (1987) menyatakan pemberdayaan sebagai upaya menumbuhkan kekuasaan dan wewenang yang lebih besar kepada masyarakat miskin. Cara dengan menciptakan mekanisme dari dalam (build-in) untuk meluruskan keputusan-keputusan alokasi yang adil, yakni dengan menjadikan rakyat mempunyai pengaruh. Sementara Freire (Sutrisno, 1999) menyatakan empowerment bukan sekedar memberikan kesempatan rakyat menggunakan sumber daya dan biaya pembangunan saja, tetapi juga upaya untuk mendorong mencari cara menciptakan kebebasan dari struktur yang opresif.

Konsep lain menyatakan bahwa pemberdayakan mempunyai dua makna, yakni mengembangkan, memandirikan, menswadayakan dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Makna lainnya adalah melindungi, membela dan berpihak kepada yang lemah, untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan terjadinya eksploitasi terhadap yang lemah (Prijono dan Pranarka, 1996).

Dalam pandangan Pearse dan Stiefel dinyatakan bahwa pemberdayaan mengandung dua kecenderungan, yakni primer dan sekunder. Kecenderungan primer berarti proses pemberdayaan menekankan proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Sedangkan kecenderungan sekunder melihat pemberdayaan sebagai proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihannya (Prijono dan Pranarka, 1996).

Sedangkan dalam kajian ini pengertian “pemberdayaan” dimaknai sebagai segala usaha untuk membebaskan masyarakat miskin dari belenggu kemiskinan yang menghasilkan suatu situasi di mana kesempatan-kesempatan ekonomis tertutup bagi mereka, karena kemiskinan yang terjadi tidak bersifat alamiah semata, melainkan hasil berbagai macam faktor yang menyangkut kekuasaan dan kebijakan, maka upaya pemberdayaan juga harus melibatkan kedua faktor tersebut.

Salah satu indikator dari keberdayaan masyarakat adalah kemampuan dan kebebasan untuk membuat pilihan yang terbaik dalam menentukan atau memperbaiki kehidupannya. Konsep pemberdayaan merupakan hasil dari proses interaksi di tingkat ideologis dan praksis. Pada tingkat ideologis, pemberdayaan merupakan hasil interaksi antara konsep top-down dan bottom-up, antara growth strategy dan people centered strategy. Sedangkan di tingkat praksis, proses interaksi terjadi melalui pertarungan antar ruang otonomi. Maka, konsep pemberdayaan mencakup pengertian pembangunan masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community based development). Community development adalah suatu proses yang menyangkut usaha masyarakat dengan pihak lain (di luar sistem sosialnya) untuk menjadikan sistem masyarakat sebagai suatu pola dan tatanan kehidupan yang lebih baik, mengembangkan dan meningkatkan kemandirian dan kepedulian masyarakat dalam memahami dan mengatasi masalah dalam kehidupannya, mengembangkan fasilitas dan teknologi sebagai langkah meningkatkan daya inisiatif, pelayanan masyarakat dan sebagainya. Secara filosofis, community development mengandung makna ‘membantu masyarakat agar bisa menolong diri sendiri’, yang berarti bahwa substansi utama dalam aktivitas pembangunan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri.
»»  SELENGKAPNYA...

Senin, 19 September 2011

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI BIDANG PERTANAHAN

1.   Landasan Hukum Pemberdayaan Masyarakat Bidang Pertanahan
a.   Landasan idiil: Pancasila.
b.   Landasan Konstitusional: Undang-undang Dasar Negara 1945 dan Perubahannya.
c.   Landasan politis:
1.   Tap MPR RI Nomor IX/MPR/2001, tentang pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber daya Alam;
2.   Pidato politik awal tahun Presiden RI tanggal 31 Januari 2007.
d.   Landasan hukum terdiri dari + 18 Undang-undang sektoral
e.   Landasan Operasional
1.   Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar.
2.   Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.
3.   Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 dan 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPN RI serta Kanwil BPN dan Kantor Pertanahan.
4.   Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4, 5, 6 dan 8 Tahun 2008 tentang kelembagaan Reforma Agraria
5.   Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2009 tentang LARASITA

2.   Kondisi saat ini
      Belum optimalnya kegiatan pemberdayaan yang dijalankan selain dari kondisi internal yang ada di BPN RI juga disebabkan beberapa kondisi eksternal yang berkembang yaitu :
1.   Peran kelembagaan masyarakat bidang pertanahan masih sangat terbatas
2.   Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan pertanahan belum maksimal
3.   Tingginya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
4.   Masih rendahnya akses masyarakat ke sumber-sumber permodalan, sarana produksi, pasar, dll.
5.   Tingginya sengketa dan konflik pertanahan.

3.   Strategi
Agar kegiatan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan dapat berjalan dengan optimal beberapa strategi yang dapat digunakan yaitu :
1.   Penguatan berbagai peraturan pendukung kegiatan pemberdayaan masyarakat bidang pertanahan.
2.   Peningkatan kapasitas aparat pelaksana kegiatan pemberdayaan masyarakat
3.   Penentuan jenis kegiatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan kondisi kelompok sasaran.         
4.   Peran serta aktif organisasi kemasyarakatan dan lembaga masyarakat setempat
5.   Pendampingan yang dapat berperan sebagai fasilitator, komunikator maupun dinamisator.
6.   Partisipasi aktif dunia usaha dan perbankan dalam mendukung kegiatan pemberdayaan masyarakat bidang pertanahan.
»»  SELENGKAPNYA...